Jilid 1
Bab 1: Kedatangan Para Pejuang
Chapter
II: Eva Chrome Diopside
Setelah
beberapa lama Euclase berjalan, akhirnya dia sampai pada gerbang depan Academy
Crystal. Gerbang yang tidak kalah anggun, bahkan mungkin melebihi
gerbang-gerbang sebelumnya. Gerbang yang terdiri dari campuran Goshenite Beryl,
Golden Beryl, dan Hambergite itu memendarkan spectrum cahaya yang indah, putih
dan emas.
“Woah, muncul lagi permata langka yang hanya
ada di Petalia. Putih yang memberikan nuansa sejuk, dan emas yang memberi
nuansa megah dan mewah. Kurasa, ini adalah perbaikan dari gerbang 10 tahun yang
la- ....”
Sebelum ucapan-ucapan kagumnya selesai,
seseorang telah lebih dulu memotong kata-katanya. Perempuan dengan syal hijau
itulah yang telah merenggut kebahagiaan Euclase. Kacamatanya pun dibenarkan
dengan gaya yang anggun. Ini adalah impian setiap lelaki, batin Euclase senang.
“Selamat datang, Tuan Euclase Alexandrite.
Mari, silakan masuk. Kepala sekolah sudah menunggu anda.”
“Emm, oke.”
Sesekali
sambil berjalan, Euclase melirik gadis anggun di depannya. Kulit putih bagaikan
dilapis oleh warna susu terbaik, hanya dengan melihatnya ia tahu kelembutan
milik kulit itu.
Suasana
berlalu dengan sunyi dan tidak ada percakapan diantara keduanya, Euclase yang
tidak suka hal itu, berniat bertanya lebih dulu.
“Nama?” tanya Euclase.
“Hm, namaku?” Bukannya malah menjawab
pertanyaan, gadis serba hijau itu pun malah berbalik menanya Euclase, “Eva
Chrome Diopside, Pelatih di Academy Crystal. Ada pertanyaan lain lagi?”
“Dingin dan arogan,” batin Euclase, “Ah...
hm... Diopside? Bangsawan Diopside?” Lanjut Euclase bertanya.
“Ho, pengetahuanmu cukup luas. Yup, keturunan
langsung dari bangsawan Diopside, pemilik darah murni Diopside.”
“Apakah kau cucunya Alex Chrome Diopside?”
“Kau tahu kakekku? Di mana dia sekarang?”
“Bukankah harusnya kau sedikit lebih antusias
ketika bertanya, aku merasa seperti kau sendiri tidak ingin terlalu
menemuinya.”
“Jangan terlalu banyak bicara, kau tahu? Hanya
ada sedikit orang yang berani seperti itu padaku.”
“Iya, iya, baiklah. Tepatnya sekitar 9 tahun
yang lalu ....”
Euclase
kembali mengingat kenangan-kenangan ketika dia berada di kota Adventurine.
Umurnya saat itu sekitar 9 tahun, berpetualang seorang diri untuk menjadi kuat.
Sambil berjalan-jalan di pinggiran kota, Euclase tidak sengaja menabrak
seseorang dan di saat itulah, dia bertemu dengan kakek Eva, Alex Chrome
Diopside.
“Ma-maaf, a-aku tidak melihat ke depan.
Ma-maafkan aku.”
“Hoo, tidak apa-apa. Apakah kamu sedang
tersesat anak kecil?”
“Tidak! A-aku i-ingin berpetualang!”
Dengan suara lantang dia menjawab pertanyaan
kakek itu. Kakek itu hanya tersenyum, angin dingin di malam hari menerbangkan
helaian rambut berwarna hijau tosca miliknya.
“Hohoho, kamu ingin berpetualang diumur semuda
ini? Jangan bercanda, Nak. Dunia itu luas dan kejam, kamu akan menemui banyak
rintangan dan cobaan ketika melewatinya.”
Sembari kakek itu membenarkan rambut hijau
acak-acakannya, Euclase kecil kembali bertanya, “Contohnya?”
“Dasar anak-anak, kamu memang polos, hahaa,”
setelah puas tertawa, kakek itu terdiam sejenak, lalu kembali melanjutkan
perkataanya, “Terkadang ada sesuatu yang terlihat bagus, namun sebenarnya itu
adalah hal buruk. Jangan menilai sesuatu dari luar, tapi selidikilah, maka kamu
akan menemukan nilai apa yang ada di dalamnya.”
“Hoo, begitu. Tapi emang kakek, ya, bicaranya
ribet.”
Euclase
kecil tersenyum ketika mengatakan itu, dia berpikir bahwa dunia yang dia kenal
semakin menarik. Namun, kerutan-kerutan muncul di kepala Kakek Eva, mendengar
seorang anak mengejeknya, tetapi ketika dia ingin memarahinya, Euclase kembali
berucap.
“Dan juga, aku tidak peduli terhadap sesuatu
seperti itu. Keinginanku hanya satu, bertambah kuat dan terus bertambah. Tidak
peduli rintangan seperti apa, entah itu monster air, darat, ataupun langit,
entah itu tanah longsor, banjir, ataupun gempa bumi, en- ....”
Sebelum
perkataanya selesai, kata-kata keluar dari kakek yang menemaninya bicara tadi.
“Benarkah? Bagaimana jika itu manusia?”
Euclase
kecil yang kesal membalas perkataan kakek itu dengan berteriak.
“Aku belum selesai bicara, Kakek!”
“Hahaa, lalu apa jawabanmu?”
“Akan kulalui, akan kulewati, semuanya! Ketika
semuanya sudah kupelajari, aku akan kembali, dengan kemampuan yang kuat.”
Euclase
kecil mengatakannya dengan semangat, tatapan mata yang serius terlihat di wajahnya,
walaupun dia hanyalah seorang anak kecil. Alex Chrome Diopside, Kakek Eva,
ketika melihat Euclase, dia teringat dengan salah seorang cucunya.
“Hahaa, kamu memang polos, ya, Euclase. Mirip
dengan cucuku.”
Kakek
Eva berbicara sambil tersenyum kepada Euclase, Euclase yang saat itu melihat ke
arah Kakek Eve, dia seakan-akan tengah berbicara dengan keluarganya. Tidak ada
beban, tidak ada keraguan, semua perkataan yang dia keluarkan murni kejujuran.
“Siapa ... dia?”
“Eva Chrome Diopside, cucuku yang ketiga.
Seorang gadis cantik dengan kulit putih, rambut berwarna hijau tosca, serta ...
warna mata seperti permata Emerald. Oh... dia seperti jelmaan bidadari.”
Kakek
Eva mengatakannya dengan wajah berseri-seri. Ketika itu pula, Euclase merasa
sedang melihat pemandangan yang tidak mengenakkan. Apakah kakek itu Pedofil?
Batinnya. Setelah itu, kakek itu melanjutkan perkataanya.
“Dia sangat mirip sepertimu, matanya selalu
memperlihatkan kejujuran, tanpa ada satu titik pun kebohongan. Dia juga pernah
berkata, ‘Aku akan menjadi kuat, lebih dan lebih.’ Kurang lebih seperti itu,
hahaa ...,” kakek tua itu berhenti sejenak, “Ingin berlatih denganku?”
“Bolehkah?”
“Tentu saja, aku yang menawarimu, kan?”
Eva
terharu mendengar kisah itu, walaupun kakek itu hanya menceritakannya pada saat
perbincangan terakhir. Jadi, ia berpikir, bahwa seorang pemuda di depannya
sekarang adalah murid kakeknya, dia bahkan tidak dapat memercayai itu.
“Itu adalah kenangan yang hebat. Kakekmu juga
sangat hebat ketika bertarung, Eva.”
“Itu memalukan mendengarnya, apakah ia
pedofil?” Dengan kerutan di wajah, Eva sendiri mulai meragukan kasih sayang
yang diberikan kakeknya dahulu.
“Haa, pikirannya sama denganku,” batin Euclase.
“Baiklah, kita ke ruang kantor kepala sekolah.”
Sekali
lagi, Euclase begitu saja tunduk pada perintah Eva, layaknya kerbau yang diikat
hidungnya. Sedangkan di sisi lain kota, pemuda berjubah sebelumnya sedang
memakan masakan di tempat yang sama dengan Euclase.
“Ini enak, Paman!”
“Masakan ini adalah ciri khas rumah makan kami.
Seperti yang kubilang tadi, kamu tidak akan menyesal jika makan di sini.”
“Iya, Paman. Berapa semuanya?”
“Harga satuannya adalah 3 bell. Karena kamu
memakan 10 mangkok, harganya jadi 30 bell, ini juga merupakan perhitungan dari
promo yang kami adakan.”
“Baiklah. Ini!”
Pemuda itu mengambil kantong di samping
pinggangnya, lalu menyerahkan isi 30 koin logam berwarna biru. Tanpa ada waktu
untuk kembali bersantai, pemuda itu langsung berdiri dan melangkahkan kaki
keluar rumah makan tersebut.
“Terima kasih makanannya, Paman!”
“Sama-sama. Jangan sungkan untuk kembali ke
sini, kami selalu buka setiap hari!”
“Baiklah! Dah!”
Pemuda itu perlahan hilang dari pandangan sang
penjaga rumah makan tersebut sambil melambaikan tangannya. Setelah beberapa
saat, penjaga tersebut mulai merapikan meja makan yang pemuda tadi tempati.
Namun, ada sesuatu yang menarik minat penjaga tersebut.
“Ini?”
Sebuah kartu berwarna hitam dengan identitas
yang dimiliki pemuda tersebut, kartu anggota sebuah organisasi. Semua datanya
lengkap kecuali sesuatu yang dirahasiakan oleh pemiliknya.
“Hm, jadi namanya Spinel Diaspore? Sepertinya
aku harus mengembalikannya nanti.”
Sedangkan pemuda yang bernama Spinel Diaspore
itu sedang berkeliling Kota Petalia. Orang-orang yang berlalu-lalang membuat
Spinel senang. Selama ini dia hanya hidup di pedalaman, kesepian selalu
mendatangi kapanpun dan di manapun dia berada.
Previous | Next
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
Mengenai Saya
Translate
About Me
Welcome to my Blog!
I'm Rapta. You can read my handwriting in here. Happy Reading!
Contact Me
Email me at Rahmanthevil@gmail.com
Search
Populer
-
Jilid 1 Bab 1: Kedatangan Para Pejuang Chapter II: Eva Chrome Diopside Setelah beberapa lama Euclase berjalan, akhi...
Blogroll
Copyright
© 2016 by Rapta.
Designed by Rapta. Created for Literature, Story, Novel, and Light Novel.
0 komentar:
Posting Komentar